Kamis, 04 Februari 2016

MAKALAH BAHAN PAKAN DAN PEMBERIAN RANSUM



MAKALAH BAHAN PAKAN DAN PEMBERIAN RANSUM

SILASE

Oleh
Kelompok  : 6
Kelas          : D

Coni Sondari                                       200110130002
Jaenah Widiyanti                                200110130020
Siti Rohadatul ‘Aisy .R.                     200110130022



FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2015



I

PENDAHULUAN


1.1         Latar Belakang
Rendahnya produksi ternak selain disebabkan oleh kurangnya pengetahuan peternak mengenai cara pemeliharaan ternak yang benar, juga di sebabkan oleh mahalnya harga konsentrat dan sulitnya hijauan pada saat-saat tertentu. Dengan meningkatnya populasi ternak tentu membutuhkan hijauan yang lebih banyak dan berkualitas tinggi. Namun penyediaan hijauan tersebut mengalami hambatan yang cukup serius. Bukan saja karena semakin menyempitnya lahan yang digunakan untuk menanam rumput akibat terus meluasnya pemukiman penduduk, tetapi juga karena adanya musim kemarau yang menyebabkan turunnya produksi hijauan. Oleh sebab itu pengembangan ternak khususnya ruminansia dimasa mendatang akan lebih menguntungkan apabila dapat mencari alternatif pengganti hijauan konvensional.
Namun, saat musim hujan datang produksi hijauan sangat melimpah bahkan lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan ternak. Kelebihan produksi ini kadang tidak termanfaatkan oleh peternak karena kurangnya pengetahuan mereka akan produksi pakan alternatif. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk menangani kelebihan produksi ini adalah pembuatan silase. Silase adalah hijauan yang diawetkan atau diolah secara fermentasi pada suasana an aerob. Kelas ini tidak termasuk silase ikan, biji-bijian, umbi-umbian dan akar-akaran. Silase ini dapat diolah dari berbagai jenis hijauan termasuk juga limbah pertanian dimana salah satunya adalah tanaman jagung.

1.2         Identifikasi Masalah
1)      Apa yang dimaksud dengan silase.
2)      Apa saja metode yang digunakan dalam pembuatan silase.
3)      Apa saja fase-fase yang terjadi pada proses pembuatan silase.
4)      Bagaimana syarat-syarat pembuatan silase.
5)      Bagaimana proses pembuatan silase.
6)      Bagaimana indikator keberhasilan dan kegagalan pembuatan silase.
7)      Bagaimana kualitas silase yang baik dan dapat digunakan untuk pakan ternak.
8)      Bagaimana kandungan nutrisi pada silase.
9)      Faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas silase.
10)  Apa saja contoh hijauan yang dapat dibuat silase.
11)  Bagaimana pemanfaatan silase untuk ternak.

1.3         Maksud dan Tujuan
1)             Mengetahui apa yang dimaksud dengan silase.
2)             Mengetahui apa saja metode yang digunakan dalam pembuatan silase.
3)             Mengetahui apa saja fase-fase yang terjadi pada proses pembuatan silase.
4)             Mengetahui syarat-syarat proses pembuatan silase.
5)             Mengetahui bagaimana proses pembuatan silase.
6)             Mengetahui indikator keberhasilan dan kegagalan pembuatan silase.
7)             Mengetahui bagaimana kualitas silase yang baik dan dapat digunakan untuk pakan ternak.
8)             Mengetahui bagaimana kandungan nutrisi pada silase.
9)             Mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas silase. 
10)         Mengetahui apa saja contoh hijauan yang dapat dibuat silase.
11)         Mengetahui bagaimana pemanfaatan silase pada ternak.


II
PEMBAHASAN

2.1         Silase
Silase adalah pakan dari hijauan segar yang diawetkan dengan cara fermentasi anaerob dalam kondisi kadar air tinggi (40 sampai 70%), sehingga hasilnya bisa disimpan tanpa merusak zat makanan/gizi di dalamnya. Proses fermentasi yang akhir-akhir ini menjadi penting adalah fermentasi yang menggunakan mikrobia penghasil asam laktat atau dikenal BAL. Fermentasi tersebut berperan di bidang industri peternakan meliputi: 1) proses pengawetan pakan baik hijauan maupun biji-bijian, 2) memperbaiki kinerja ternak melalui peranan BAL sebagai probiotik, dan 3) berperan dalam teknologi pasca panen atau teknologi pengawetan dan peningkatan kualitas produk ternak yaitu susu, telur dan daging serta proses daur limbah.
Proses fermentasi dapat meningkatkan ketersediaan zat-zat makanan seperti protein dan energi metabolis serta mampu memecah komponen kompleks menjadi komponen sederhana. Fermentasi merupakan proses perombakan dari struktur keras secara fisik, kimia, dan biologis sehingga bahan dari struktur kompleks menjadi sederhana sehingga daya cerna ternak menjadi lebih efisien (Zakariah, 2012).
Proses pembuatan silase biasa disebut dengan proses ensilase sedangkan tempat penyimpanan/pembuatannya disebut dengan silo. Pembuatan silase dapat dilakukan secara mekanis dengan mudah, sangat cocok bagi produksi ternak dalam skala besar serta sesuai bagi hijauan dengan variasi yang sangat luas seperti jagung, sorgum, tanaman biji-bijian lainnya.
Silase dapat dibedakan menjadi dua macam sebagai berikut,
a.              High Moisture Silage (HMS), yaitu silase yang memiliki kadar air tinggi 960-70%) dan kadar bahan kering (BK) rendah (30-40%). Rumput segar umumnya memiliki kadar air antara 65-80%, sehingga perlu dilayukan terlebih dahulu agar kada BK meningkat menjadi 30-405. Pemberian bahan penguat kering seperti misalnya dedak padi atau onggik dapat dilakukan untuk meningkatkan kadar BK.
b.             Low Moisture Silage (LMS), yaitu silase yang memiliki kadar air rendah (45-55%) dan kadar BK 45-55%. Dengan demikian, untuk membuat LSM, rumput segar perlu dilayukan terlebih dahulu dalam waktu agak lamahingga kadar airnya menurun (Rukmana, 2005).

2.2         Metode Pembuatan Silase
Dilihat dari bentuk dan jenis silo metode pembuatan silase terdiri dari:
1.             Upright Silo, yaitu tempat pembuatan silase yang berupa bengunan silinder dibuat dari tembok, kayu, atau baja dengan lapisan kaca. Upright Silo memiliki tinggi 24 m denga diameter 6 m.
2.             Trench (Pit) Silo, yaitu tempat pembuatan silo yang berupa bangunan memanjang di atas permukaan tanah. Pada salah satu ujungnya dilengkapi dengan pintu untuk mempermudah pengambilan silase. Bangunan ini harus dijaga agar jangan sampai tergenang air.
3.             Bunker Silo, yaitu tempat pembuatan silase yang berupa bak besar di atas permukaan tanah yang datar, yang dibuat dari tembok atau kayu. Penutup pada bagian atasnya dibuat dari plastik atau bahan lainnya yang tidak tembus udara.
4.             Parit atau lubang, yaitu tempet pembuatan silase yang dibuat pada tanah yang miring atau datar. Sebelum digunakan, parit ini harus dilapisi terlebih dahulu dengan plastik untuk menghindari tercampurnya silase dengan tanah. Parit atau lubang ini harus dibuat pada lokasi yang idak tergenang air.
5.             Kantong plastik atau drum plastik, kedua wadah ini juga dapat digunakan sebagai tempat pembuatan sialse. Agar kedap cahaya, kanton plastik atau drum plastik yang digunakan harus berwarna gelap (Rukmana, 2005).

2.3         Fase-fase Silase
Secara garis besar proses pembuatan silase terdiri dari empat fase : (1) fase aerob, (2) fase fermentasi, (3) fase stabil, dan (4) fase pengeluaran untuk diberikan pada ternak. Setiap fase mempunyai ciri-ciri khas yang sebaiknya diketahui agar kaualitas hiajauan sejak dipanen, pengisian ke dalam silo, penyimpanan, dan periode pemberiam pada ternak dapat terpelihara dengan baik agar tidak terjadi penurunan kualitas hijauan tersebut.
1.             Fase aerob
Sejak hijauan memasuki silo, berlangsung dua macam proses yaitu proses respirasi dan proses proteolisis yang disebabkan oleh adanya aktivitas enzim yang berada pada tanaman tersebut. Prose respirasi secara lengkap menguraikan gula-gula tanaman menjadi karbondioksida dan air, dengan menggunakan oksigen dan menghasilkan panas seperti.
C2H12O6 + 6O2 →→ 6CO2 + 6H2O +  panas
Selama prose pelayuan, proses respirasi dalam sel tanaman berlangsung dengan sendirinya. Ketika hijauan telah berada dalam silo, mikroorganisme aerob dan mikroorganisme fakultatif anaerob seperti ragi, jamur, dan beberapa bakteri berkembang mencapai populasi yang mencukupi yang merupakan sumber proses respirasi yang signifikan.
Kehilangan gula melalui proses respirasi merupakan hal yang menyulitkan baik dari sudut pandang pengawetan melalui proses pembuatan silase maupun dari segi nilai nutrisinya. Gula merupakan substrat bagi bakteri penghasil asam laktat yang akan menghasilkan asam yang berfungsi sebagai pengawet hijauan tersebut. Kehilangan gula akan mengurangi nilai energi hijauan tersebut dan meningkatkan konsentrasi serat. Kondisi aerob uang berkepanjangan juga akan menyebabkan tumbuhnya ragi dan jamur dalam tingkat yang tinggi. Hal tersebut dapat diketahui dengan peningkatan panas yang berlebihan dalam silo saat silo tersebut dibuka. Akhirnya, panas yang dihasilkan melalui proses respirasi akan meningkatkan sushu pada bahan yang dibuat silase.kenaikan suhu akan meningkatkan kecepatan penguraian protein menjadi NPN yang terlarut. Dampak degatif dari fase aerob terdapat kualitas silase dapat dihindarkan dengan cara pengisian dan penutupan silo dilakukan dalam waktu yang singkat dan cepat (Sapienza dan Bolsen, Keith K. 1993).
2.             Fase Fermentasi
Hiajauan diawetkan oleh asam laktat, maka mikroba yang terpenting dalam proses ensilase adalah bakteri penghasil asam laktat. Bakteri tersebut akan memfermentasi gula menjadi asam laktat disertai produksi asam asetat, etanaol, karbondioksida, dan lain-lain. Ini merupakan kelompok bakteri terbesar yang termasuk ledalamnya sebanyak enam generasi. Yang terbagi kedalam dua kategori yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. Bakteri penghasil asam laktat yang homofermentatif hanya menghasilkan asam laktat dari fermentasi gula dan gula-gula lainnya yang mempunyai enam atom karbon, dimana bakteri penghasil asam laktat yag heterofermentatis selain menghasilkan asam laktat juga mnghasilkan etanol, asam asetat, dan karbondioksida. Oleh karena asam laktat lebih kuat dari asam asetat maka bakteri penghasil asam laktat homofermentatif lebih diinginkan daripada yang heterofermentatif.
Pasa fermentasi aktif berlangsung selama 1 minggu sampai 1 bulan. Hijauan yang dibuat silase dengan kandungan uap air 65% masuk ke kategori ini, sedangkan bila kandungan uap air lebih rendah dari 40-50% proses fermentasi berlangsung sangat lambat. Untuk fermentasi normal dengan kandungan air 55-60% masa fermentasi aktif akan berakhir antara 1-5 minggu(Sapienza dan Bolsen, Keith K. 1993).
3.             Fase stabil
Setelah masa aktif pertumbuhan bakteri penghasil asam laktat berakhir, maka proses ensilase mamasuki fase stabil. Bila silo ditutup dan disegel dengan baik, hanya sedikit sekali aktivitas mikroba dapat terjadi pada fase ini.
Faktor utama yang berpengaruh pada kualitas silase selama fase stabil adalah permeabilitas silo terhadap oksigen. Oksigen yang memasuki silo digunakan oleh mikroorganisme aerob (melalui respirasi mikroorganisme), menyebabkan peningkatan populasi ragi dan jamur, sehingga timbul kehilangan bahan kering pada silase dan akan meningkatkan suhu silase. Sebagaimana halnya pada periode pengisian silo, respirasi inipun menurunkan kecernaan nutrien dan meningkatkan komponen serat. Besarnya tingkat kehilangan pada fase ini berkaitan dengan permeabilitas silo dan kepadatan pengisian silo tersebut. Jika silase dibiarkan tidak disegel, kehilangan bahan kering dapat terjadi pada permukaan silase tersebut. Tingkat kehilangan ini dapat dikurangi bila dilakukan penutupan pada silo misalnya dengan penutup plastik, baik untuk silo tegak, horisontal, trench, maupun silo stack. Oksigen dapat berlalu kedalam plastik tersebut, tetapi dengan kecepatan yang rendah. Keretakan dinding silo atau berlubangnya plastik penutup biasanya akan meningkatkan masuknya oksigen ke dalam silo tersebut(Sapienza dan Bolsen, Keith K. 1993).
4.             Fase pengeluaran silase
Pada saat silo dibuka untuk diberikan silasenya pada ternak, oksigen secara bebas akan mengkontaminasi permukaan silase yang terbuka tersebut. Selama fase ini, kehilangam bahan kering dan nutrien dapat terjadi karena kerja mikroorganisme aerob yang mengkonsumsi gula, hasil akhir fermentasi dan nutrien terlarut lainnya dalam silase. Komponen yang terlarut tersebut diuraikan menjadi korbondioksida dan air, serta menghasilkan panas. Selain kehilangan nutrien yang tercerna dalam silase, beberapa spesies jamur dapat memproduksi aflatoksin dan/atau komponen toksik lain yang akan mengganggu kesehatan ternak.
Silase mulai akan meningkat suhunya  menjadi lebih panas dan komponen-komponen yang mudah dicerna seperti halnya gula dan hasil fermentasi akan segera lenyap.  Waktu yang diperlukan untuk memanaskan ini bergantung pada beberapa faktor termasuk : (1) jumlah/banyaknya mikroorganisme aerob dalam silase, (2) lamanya waktu terekspose dengan udara sebelum silase tersebut diberikan pada ternak, (3) karakteristik fermentasi dan (4) temperatur di sekitarnya(Sapienza dan Bolsen, Keith K. 1993).

2.4         Pembentukan Asam Laktat
Stefani et al. (2010), proses fermentasi silase memiliki 4 tahapan. Tahapan pertama adalah fase aerobik, normalnya fase ini berlangsung sekitar 2 jam yaitu ketika oksigen yang berasal dari atmosfir dan berada diantara partikel tanaman berkurang. Oksigen yang berada diantara partikel tanaman digunakan oleh tanaman, mikroorganisme aerob dan fakultatif aerob seperti yeast dan enterobacteria untuk melakukan proses respirasi. Tahapan kedua adalah fase fermentasi, fase ini merupakan fase awal dari reaksi anaerob. Fase ini berlangsung dari beberapa hari hingga beberapa minggu tergantung dari komposisi bahan dan kondisi silase. Jika proses silase berjalan sempurna maka BAL sukses berkembang. Bakteri asam laktat pada fase ini menjadi bakteri predominan dengan pH silase sekitar 3,8 sampai 5. Tahapan ketiga merupakan fase stabilisasi, fase ini merupakan kelanjutan dari fase kedua. Tahapan keempat merupakan fase feed-out atau fase aerobik. Silo yang sudah terbuka dan kontak langsung dengan lingkungan maka akan menjadikan proses aerobik terjadi. Hal yang sama terjadi jika terjadi kebocoran pada silo maka akan terjadi penurunan kualitas silase atau kerusakan silase.
Kualitas silase tergantung dari kecepatan fermentasi membentuk asam laktat, sehingga dalam pembuatan silase terdapat beberapa bahan tambahan yang biasa diistilahkan sebagai additive silage. Macam-macam additive silage seperti water soluble carbohydrat, bakteri asam laktat, garam, enzim, dan asam. Penambahan bakteri asam laktat ataupu kombinasi dari beberapa additive silage merupakan perlakuan yang sering dilakukan dalam pembuatan silase. Pemilihan bakteri asam laktat sangat penting dalam proses fermetasi untuk menghasilkan silase yang berkualitas baik. Proses awal dalam fermentasi asam laktat adalah proses aerob, udara yang berasal dari lingkungan atau pun yang berasal dari hijauan menjadikan reaksi aerob terjadi. Hasil reaksi aerob yang terjadi pada fase awal fermentasi silase menghasilkan asam lemak volatile, yang menjadikan pH turun. pH yang menjadi menjadikan pertumbuhan bakteri bakteri aerob menjadi terhambat dan mati serta mendukung pertumbuhan bakteri asam laktat untuk memproduksi asam laktat. Asam laktat akan terus diproduksi sampai mencapai puncaknya jika pH lingkungan fermentasi sekitar 3,8 sampai 4 (Zakariah, 2012).

2.5         Proses Pembuatan Pembuatan Silase
Proses silase akan memakan waktu kurang lebih 3 minggu bila tidak ditambah starter. Produk silase jagung yang baik atau sudah jadi ditandai dengan bau yang agak asam karena pH silase biasanya rendah (sekitar 4) dan berwarna coklat muda karena warna hijau daun dari khlorofil akan hancur sehingga limbah menjadi kecoklatan. Bila ditambah molases, silase yang dihasilkan agak berbau sedikit harum. Walaupun baunya agak asam, akan tetapi cukup palatabel bagi ternak (Nusio, 2005).
1.      Bahan yang digunakan :
·      Hijauan pakan ternak.
·      Molases yang telah dicampur air dengan konsentrasi 1 : 5.
2.      Alat
·      Plastik penutup.
·      Chopper atau pemotong hijauan.
·      Bak tempat untuk pembuatan silase.
3.      Cara pembuatan
·      Potong-potong hijauan dengan panjang sekitar 2-4 cm. Pemotongan bertujuan untuk memudahkan pemadatan dan penyimpanan.
·      Taburkan hijauan setinggi 50 cm di bak, lalu siram dengan tetes molase secara merata.
·      Setelah itu taburkan lagi hijauan diatasnya dan siram denga tetes molase.
·      Lakukan terus secara berlapis-lapis hingga bak penuh dan padat.
·      Tutup rapat bak menggunakan plastik hingga tidak ada udara yang masuk. Letakan pemberat di atasnya untuk memastikan udara tidak dapat masuk.
·      Biarkan silase hingga matang atau selama 40 hari.
·      Sebelum digunakan, angin-anginkan silase terlebih dahulu.
Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pembuatan silase adalah sebagai berikut :
1.             Pemanenan hijauan akan dibuat silase sebaiknya dilakukan pada stadium muda.
2.             Pelayuan hijauan tersebut sebaiknya dilakukan dikebun selama 2-3 hari.
3.             Pemotongan hijauan yang telah dilayukan dengan ukuran 1-2 cm.
4.             Pengisian bahan ke dalam lubang dan pemadatan bahan harus dilakukan.
5.             Penutupan harus dilakukan dengan menggunakan lembaran plastik agar kedap udara.
6.             Silase yang dihasilkan setelah berumur 2-3 minggu harus berwarna seperti warna asli bahan, tidak berjamur, dan tidak berbau busuk.
7.             Pemberian pakan berupa silase harus dilakukan sedikit demi sedikit(Sapienza dan Bolsen, Keith K. 1993).

2.6         Syarat-syarat Pembuatan Silase
1.      Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan silase adalah kadar air atau bahan kering hijauan, kadar gula tanaman dan proses pembuatan silase (Agustina, 2008). Bahan baku yang baik untuk pembuatan silase harus mempunyai kadar bahankering 25-35%. Bila bahan kering kurang dari 25%, maka silase yang dihasilkan akan terlalu asam dan berair karena air yang keluar dari silase. Hal tersebut akan menyebabkan turunnya kadar zat makanan dalam silase. Apabila kadar bahan kering dari 35% menyebabkan pengolahan kurang sempurna, bahan baku sulit untuk dipadatkan untuk memperoleh kondisi anaerob yang diperlukan untuk ensilase. Hal ini mengakibatkan tumbunya jamur karena adanya oksigen (Cullison, 1975).
2.      Bahan untuk pembuatan silase adalah segala macam hijauan dan bahan dari tumbuhan lainnya yang disukai oleh ternak ruminansia, seperti : Rumput, Sorghum, Jagung, Bijibijian kecil, tanaman tebu, tongkol gandum, tongkol jagung, pucuk tebu, batang nanas dan jerami padi, dll.
3.      Syarat hijauan (tanaman) yang dibuat Silase: Segala jenis tumbuhan atau hijauan serta bijian yang di sukai oleh ternak, terutama yang mengandung banyak karbohidrat.
4.      Bahan tambahan Pembuatan silase dapat juga menggunakan bahan tambahan, yang kegunaan nya tergantung dari bahan tambahan yang akan dipergunakan. Adapun penggunaan bahan tambahan sangat tergantung dari kebutuhan hasil yang ingin dicapai. Pemberian bahan tambahan pada silase di tujukan untuk mempercepat proses atau untuk meningkatkan dan mempertahankan kadar nutrisi yang terkandung pada bahan baku silase. Bahanbahan yang ditambahkan adalah yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi, dan atau gula sederhana yang siap digunakan oleh mikroba, antara lain .

2.7         Indikator Keberhasilan dan Kegagalan
Keberhasilan pembuatan silase tergantung pada tiga faktor utama yaitu :
1.        Ada tidaknya serta besarnya populasi bakteri asam laktat.
2.        Sifat-sifat fisik dan kimiawi bahan hijau yang digunakan.
3.        Keadaan lingkungan
Menurut Coblentz bahwa ada tiga hal penting agar diperoleh kondisi anaerob yaitu menghilangkan udara dengan cepat, menghasilkan asam laktat yang membantu menurunkan pH, mencegah masuknya oksigen ke dalam silo dan menghambat pertumbuhan jamur selama penyimpanan. Secara umum kualitas silase dipengaruhi oleh tingkat kematangan hijauan, kadar air, ukuran partikel bahan, penyimpanan pada saat ensilase dan pemakaian aditif (Hading, 2014).
a.       KEWANGIAN
1.      Wangi seperti buahbuahan dan sedikit asam ,sangat wangi dan terdorong untuk mencicipinya. Nilai 25
2.      Ingin mencoba mencicipinya tetapi asam, bau wangi Nilai 20
3.      Bau asam, dan apabila diisap oleh hidung,rasa/wangi baunya semakin kuat atau sama sekali tidak ada bau. Nilai10
4.      Seperti jamur dan kompos bau yang tidak sedap. Nilai 0
b.      RASA
1.      Apabila dicoba digigit, manis dan terasa asam seperti youghurt. Nilai 25
2.      Rasanya sedikit asam Nilai 20
3.      Tidak adarasa Nilai 10
4.      Rasa yang tidak sedap, tidak ada dorongan untuk mencobanya Nilai 0.
c.       WARNA
1.       Hijau kekuning kuningan. Nilai  25
2.      Coklat agak kehitamhitaman. Nilai 10
3.      Hitam, mendekati warna kompos Nilai 0
d.      SENTUHAN
1.      Kering, tetapi apabila dipegang terasa lembut dan empuk. Apabila menempel ditangan karena baunya yang wangi tidak dicucipun tidak apaapa. Nila i25
2.      Kandungan airnya terasa sedikit banyak tetapi tidak terasa basah. Apabila ditangan dicuci bau wanginya langsung hilang.Nilai 10
3.      Kandungan airnya banyak, terasa basah sedikit (becek) bau yang menempel ditangan, harus dicuci dengan sabun supaya baunya hilang Nilai 0
e.       Jumlah nilai = Nilai wangi+ Nilai rasa + Nilai warna + Nilai sentuh, angka 100 adalah yang terbaik.

2.8         Kualitas Silase yang Baik
Berdasarkan informasi dari (Kartadisastra, 2004) bahwa tempaeratur yang baik untuk silase berkisar 270C hingga 350C. pada temperature tersebut, kualitas silase yang dihasilkan sangat baik. Kualitas tersebut dapat diketahui secara organoleptik, yaitu:
·         Mempunyai tekstur segar
·         Berwarna kehijau-hijauan
·         Tidak berbau busuk
·         Disukai ternak
·         Tidak berjamur
·         Tidak menggumpal.



2.9         Kandungan Nutrisi Silase
Setiap bahan pakan pada dasarnya mengandung zat-zat nutrisi yang kandungannya satu sama lain berbeda. Kandungan bahan pakan tersebut dapat diketahui melalui uji proksimat. Melalui analisis ini dapat di ketahui kandunganbahan pakan yang terdiri dari air, abu/mineral, protein kasar, lemak, karbohidrat,serat kasar dan bahan ekstrak yang tidak mengandung nitrogen(Kartadisastra,2004).
Kandungan nutrisi pada silase adalah sama atau tidak jauh berkurang dar kandungan nutrisi bahan asalnya. Sebagai contoh, berikut adalah kandungan nutrisi untuk beberapa bahan, yaitu:
Pakan
BahanKering
Protein
Lemak
Abu
SilaseAmpas barley
32,44
20,79
18,44
3,64
SilaseKulitNenas
14,46
9,41
tad
8,57
SilaseRumput Gajah
21,49
11,46
tad
tad
SilaseTebon
28,24
11,96
tad
tad

2.10     Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Silase
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas silasi antara keadaan hijauan yang akan dibuat silase, perlakuan terhadap hijauan dengan pemotongan dan pelayuan, keadaan lingkungan yaitu dengan ada tidaknya oksigen dalam silo dan penambahan bahan aditif. Kualitas silase tergantung dari umur tanaman, kandungan bahan kering dan kandungan nutrisi khususnya karbohidrat tanaman. Guna memproduksi silase yang baik, rumput sebaiknya dipanen pada fase vegetatif dan tidak lebih dari awal fase generatif (fase berbunga). Kadar gula yang rendah dan kadar air tanaman yang tinggi menyebabkan fermentasi dan prombakann anaerob menjadi tidak memuaskan.
Kehilangan bahan kering dan nilai nutrisi hijauan yang dibuat silase secara normal berkisar antara 10-20% dan dapat lebih tinggi. Kehilangan bahan kering dan nitrogen selama ensilase adalah 16,1 dan 15,2%, sedangkan kehilangan energi yang tidak dapat dihandari selama ensilase kurang lebih 7% (Sri dan Bambang, 2002).

2.11     Contoh Bahan Pembuatan Silase
Tanaman pakan hijauan yang murah dan mempunyai potensi yang baik untuk dijadikan silase adalah jagung. Dalam hal ini bagian dari tanaman jagung yang sangat bermanfaat apabila dijadikan silase adalah limbahnya. Karena dalam pertanian terkadang limbah peternakan jagung jarang dimanfaatkan. Limbah tanaman jagung sangat berpontensi sebagai silase untuk ternak sapi perah, karena mengandung serat yang tinggi (Anggreny, Y. N., U. Umiyasih, and N.H. Krishina. 2006).Untuk pembuatan silase, dibutuhkan kadar air sekitar 60%. Oleh sebab itu, limbah tanaman jagung harus dikeringkan sekitar 2 – 3 hari (Nusio. 2005).
Rumput raja mempunyai karakteristik tumbuh tegak berumpun-rumpun, ketinggian dapat mencapai lebih kurang 4 m, batang tebal dan keras, daun lebar agak keras, dan ada bulu agak panjang pada helaian daun dekat ligula. Permukaan daun luas dan tidak berbunga kecuali ditanam di daerah dingin.
Produksi hijauan rumput raja dua kali lipat dari produksi rumput gajah, yaitu dapat mencapai 40 ton rumput segar/hektar sekali panen atau 200-250 ton rumput segar/hektar/tahun. Diasumsikan kebutuhan hijauan segar seekor sapi per hari adalaha 10% dari berat tubuhnya. Karena tidak semua bagian rumput tersebut dapat dimakan, maka rumput disediakan dalam jumlah lebih banyak (12%dari berat tubuh).
Komposisi nutrisi pada rumput raja yaitu protein 13,1995 %, lemak 3,1995 %, NDF 59,7%, Abu 18,6%, Ca 0,37%, dan 0,35%. Mutu hijauan rumput raja lebih tinggi bila dibandingkan dengan rumput raja hawai dan afrika (Lili dkk, 2011).

2.12     Pemanfaatan Silase
Silase sangat bermanfaat bagi peternak, karena silase dapat meningkatkan produksi susu sapi perah. Selain itu dengan silase, peternak dapat menyediakan hijauan dengan kualitas yang stabil dan tidak banyak bergantung pada cuaca. Hijauan yang diawetkan dengan silase memiliki kandungan nutrisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan hay (Nusio. 2005).
Silase yang terbanyak digunakan dalam ransum sapi perah adalah silase jagung. Silase jagung dapat dijadikan substitude untuk konsentrat tanpa mengganggu produksi khususnya pada sapi fase setengah akhir laktasi. Kadar lemak yang dihasilkan silase jagung juga cukup tinggi. Silase jagung menghasilkan produksi susu dan protein yang lebih tinggi dan penurunan bobot badan paling rendah (Anggreny, Y. N., U. Umiyasih, and N.H. Krishina. 2006).
Cara pengambilan dan penggunaan, setelah 3 minggu silo bisa dibongkar untuk diambil silasenya sesuai dengan kebutuhan. Pada waktu silo dibuka harus dilakukan secara hati-hati karena dalam proses ensilase akan terbentuk asam yang apabila kontak dengan udara akan menghasilkan NO2 yang berbahaya bila terhisap oleh manusia sebab beracun. Silase diambil secukupnya saja misalnya untuk persediaan 7 hari. Silase yang baru diambil hendaknya diangin-anginkan atau dijemur terlebih dahulu sebelum diberikan ke ternak, setelah pengambilan silase silo ditutup kembali dengan rapat (Parakkasi, 1995).
Cara Pemberian Silase harus mengikuti ketentuan untuk menghindari dampak negatif bagi ternak yaitu 1) Silase yang baru diambil dari silo tidak boleh langsung diberikan kepada ternak; 2) Sebelum diberikan, silase sebaiknya diangin-anginkan atau dijemur dahulu; 3) Umumnya silase yang diambil pagi hari diberikan pada sore hari atau sebaliknya; 4) Sebelum diberikan silase, sapi sebaiknya diberikan rumput kering terlebih dahulu guna mencegah mencret atau kembung; 5) Pemberian silase dilakukan secara bertahap sedikit demi sedikit agar sapi dapat beradaptasi dengan pakan yang baru; 6) Pemberian silase disesuaikan dengan bobot badan ternak, umumnya berkisar 10 sampai 20 kg per ekor/hari dan jangan melebihi 60 % dari jumlah hijauan yang diberikan (Haryato, 2000).




III
KESIMPULAN

·                Silase adalah pakan dari hijauan segar yang diawetkan dengan cara fermentasi anaerob dalam kondisi kadar air tinggi (40 sampai 70%), sehingga hasilnya bisa disimpan tanpa merusak zat makanan/gizi di dalamnya.
·                Proses pembuatan silase biasa disebut dengan proses ensilase sedangkan tempat penyimpanan/pembuatannya disebut dengan silo. Pembuatan silase dapat dilakukan secara mekanis dengan mudah, sangat cocok bagi produksi ternak dalam skala besar serta sesuai bagi hijauan dengan variasi yang sangat luas seperti jagung, sorgum, tanaman biji-bijian lainnya.
·                Secara garis besar proses pembuatan silase terdiri dari empat fase : (1) fase aerob, (2) fase fermentasi, (3) fase stabil, dan (4) fase pengeluaran untuk diberikan pada ternak. Setiap fase mempunyai ciri-ciri khas yang sebaiknya diketahui agar kaualitas hiajauan sejak dipanen, pengisian ke dalam silo, penyimpanan, dan periode pemberiam pada ternak dapat terpelihara dengan baik agar tidak terjadi penurunan kualitas hijauan tersebut.
·                Oksigen yang berada diantara partikel tanaman digunakan oleh tanaman, mikroorganisme aerob dan fakultatif aerob seperti yeast dan enterobacteria untuk melakukan proses respirasi. Tahapan kedua adalah fase fermentasi, fase ini merupakan fase awal dari reaksi anaerob
·                Proses silase akan memakan waktu kurang lebih 3 minggu bila tidak ditambah starter. Produk silase jagung yang baik atau sudah jadi ditandai dengan bau yang agak asam karena pH silase biasanya rendah (sekitar 4) dan berwarna coklat muda karena warna hijau daun dari khlorofil akan hancur sehingga limbah menjadi kecoklatan.
·                Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan silase adalah kadar air atau bahan kering hijauan, kadar gula tanaman dan proses pembuatan silase. Bahan baku yang baik untuk pembuatan silase harus mempunyai kadar bahankering 25-35%.
·                Menurut Coblentz bahwa ada tiga hal penting agar diperoleh kondisi anaerob yaitu menghilangkan udara dengan cepat, menghasilkan asam laktat yang membantu menurunkan pH, mencegah masuknya oksigen ke dalam silo dan menghambat pertumbuhan jamur selama penyimpanan.
·                Berdasarkan informasi dari (Kartadisastra, 2004) bahwa tempaeratur yang baik untuk silase berkisar 270C hingga 350C.
·                Kandungan nutrisi pada silase adalah sama atau tidak jauh berkurang dar kandungan nutrisi bahan asalnya.
·                Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas silasi antara keadaan hijauan yang akan dibuat silase, perlakuan terhadap hijauan dengan pemotongan dan pelayuan, keadaan lingkungan yaitu dengan ada tidaknya oksigen dalam silo dan penambahan bahan aditif.
·                Tanaman pakan hijauan yang murah dan mempunyai potensi yang baik untuk dijadikan silase adalah jagung.
·                Silase sangat bermanfaat bagi peternak, karena silase dapat meningkatkan produksi susu sapi perah. Selain itu dengan silase, peternak dapat menyediakan hijauan dengan kualitas yang stabil dan tidak banyak bergantung pada cuaca. Hijauan yang diawetkan dengan silase memiliki kandungan nutrisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan hay.

Tidak ada komentar: