MAKALAH BAHAN PAKAN DAN PEMBERIAN RANSUM
SILASE
Oleh
Kelompok : 6
Kelas :
D
Coni Sondari 200110130002
Jaenah Widiyanti 200110130020
Siti Rohadatul ‘Aisy .R. 200110130022
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS
PADJADJARAN
SUMEDANG
2015
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Rendahnya
produksi ternak selain disebabkan oleh kurangnya pengetahuan peternak mengenai
cara pemeliharaan ternak yang benar, juga di sebabkan oleh mahalnya harga
konsentrat dan sulitnya hijauan pada saat-saat tertentu. Dengan meningkatnya
populasi ternak tentu membutuhkan hijauan yang lebih banyak dan berkualitas
tinggi. Namun penyediaan hijauan tersebut mengalami hambatan yang cukup serius.
Bukan saja karena semakin menyempitnya lahan yang digunakan untuk menanam
rumput akibat terus meluasnya pemukiman penduduk, tetapi juga karena adanya
musim kemarau yang menyebabkan turunnya produksi hijauan. Oleh sebab itu
pengembangan ternak khususnya ruminansia dimasa mendatang akan lebih
menguntungkan apabila dapat mencari alternatif pengganti hijauan konvensional.
Namun,
saat musim hujan datang produksi hijauan sangat melimpah bahkan lebih dari
cukup untuk memenuhi kebutuhan ternak. Kelebihan produksi ini kadang tidak
termanfaatkan oleh peternak karena kurangnya pengetahuan mereka akan produksi
pakan alternatif. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk menangani
kelebihan produksi ini adalah pembuatan silase. Silase adalah hijauan
yang diawetkan atau diolah secara fermentasi pada suasana an aerob. Kelas ini
tidak termasuk silase ikan, biji-bijian, umbi-umbian dan akar-akaran. Silase
ini dapat diolah dari berbagai jenis hijauan termasuk juga limbah pertanian
dimana salah satunya adalah tanaman jagung.
1.2
Identifikasi
Masalah
1)
Apa yang dimaksud dengan silase.
2)
Apa saja metode yang digunakan dalam
pembuatan silase.
3)
Apa saja fase-fase yang terjadi pada
proses pembuatan silase.
4)
Bagaimana syarat-syarat pembuatan
silase.
5)
Bagaimana proses pembuatan silase.
6)
Bagaimana indikator keberhasilan dan
kegagalan pembuatan silase.
7)
Bagaimana kualitas silase yang baik dan
dapat digunakan untuk pakan ternak.
8)
Bagaimana kandungan nutrisi pada silase.
9)
Faktor apa saja yang mempengaruhi
kualitas silase.
10)
Apa saja contoh hijauan yang dapat
dibuat silase.
11)
Bagaimana pemanfaatan silase untuk
ternak.
1.3
Maksud
dan Tujuan
1)
Mengetahui apa yang dimaksud dengan
silase.
2)
Mengetahui apa saja metode yang
digunakan dalam pembuatan silase.
3)
Mengetahui apa saja fase-fase yang
terjadi pada proses pembuatan silase.
4)
Mengetahui syarat-syarat proses
pembuatan silase.
5)
Mengetahui bagaimana proses pembuatan
silase.
6)
Mengetahui indikator keberhasilan dan
kegagalan pembuatan silase.
7)
Mengetahui bagaimana kualitas silase
yang baik dan dapat digunakan untuk pakan ternak.
8)
Mengetahui bagaimana kandungan nutrisi
pada silase.
9)
Mengetahui faktor apa saja yang
mempengaruhi kualitas silase.
10)
Mengetahui apa saja contoh hijauan yang
dapat dibuat silase.
11)
Mengetahui bagaimana pemanfaatan silase
pada ternak.
II
PEMBAHASAN
2.1
Silase
Silase adalah pakan dari hijauan
segar yang diawetkan dengan cara fermentasi anaerob dalam kondisi kadar air
tinggi (40 sampai 70%), sehingga hasilnya bisa disimpan tanpa merusak zat
makanan/gizi di dalamnya. Proses fermentasi yang akhir-akhir ini menjadi penting
adalah fermentasi yang menggunakan mikrobia penghasil asam laktat atau dikenal
BAL. Fermentasi tersebut berperan di bidang industri peternakan meliputi: 1)
proses pengawetan pakan baik hijauan maupun biji-bijian, 2) memperbaiki kinerja
ternak melalui peranan BAL sebagai probiotik, dan 3) berperan dalam teknologi
pasca panen atau teknologi pengawetan dan peningkatan kualitas produk ternak
yaitu susu, telur dan daging serta proses daur limbah.
Proses fermentasi dapat
meningkatkan ketersediaan zat-zat makanan seperti protein dan energi metabolis
serta mampu memecah komponen kompleks menjadi komponen sederhana. Fermentasi
merupakan proses perombakan dari struktur keras secara fisik, kimia, dan
biologis sehingga bahan dari struktur kompleks menjadi sederhana sehingga daya
cerna ternak menjadi lebih efisien (Zakariah, 2012).
Proses pembuatan silase biasa
disebut dengan proses ensilase sedangkan tempat penyimpanan/pembuatannya
disebut dengan silo. Pembuatan silase dapat dilakukan secara mekanis dengan
mudah, sangat cocok bagi produksi ternak dalam skala besar serta sesuai bagi
hijauan dengan variasi yang sangat luas seperti jagung, sorgum, tanaman
biji-bijian lainnya.
Silase dapat dibedakan menjadi
dua macam sebagai berikut,
a.
High Moisture Silage (HMS), yaitu silase
yang memiliki kadar air tinggi 960-70%) dan kadar bahan kering (BK) rendah
(30-40%). Rumput segar umumnya memiliki kadar air antara 65-80%, sehingga perlu
dilayukan terlebih dahulu agar kada BK meningkat menjadi 30-405. Pemberian
bahan penguat kering seperti misalnya dedak padi atau onggik dapat dilakukan
untuk meningkatkan kadar BK.
b.
Low Moisture Silage (LMS), yaitu silase
yang memiliki kadar air rendah (45-55%) dan kadar BK 45-55%. Dengan demikian,
untuk membuat LSM, rumput segar perlu dilayukan terlebih dahulu dalam waktu
agak lamahingga kadar airnya menurun (Rukmana, 2005).
2.2
Metode
Pembuatan Silase
Dilihat
dari bentuk dan jenis silo metode pembuatan silase terdiri dari:
1.
Upright Silo, yaitu tempat pembuatan
silase yang berupa bengunan silinder dibuat dari tembok, kayu, atau baja dengan
lapisan kaca. Upright Silo memiliki tinggi 24 m denga diameter 6 m.
2.
Trench (Pit) Silo, yaitu tempat
pembuatan silo yang berupa bangunan memanjang di atas permukaan tanah. Pada
salah satu ujungnya dilengkapi dengan pintu untuk mempermudah pengambilan
silase. Bangunan ini harus dijaga agar jangan sampai tergenang air.
3.
Bunker Silo, yaitu tempat pembuatan
silase yang berupa bak besar di atas permukaan tanah yang datar, yang dibuat
dari tembok atau kayu. Penutup pada bagian atasnya dibuat dari plastik atau
bahan lainnya yang tidak tembus udara.
4.
Parit atau lubang, yaitu tempet
pembuatan silase yang dibuat pada tanah yang miring atau datar. Sebelum
digunakan, parit ini harus dilapisi terlebih dahulu dengan plastik untuk
menghindari tercampurnya silase dengan tanah. Parit atau lubang ini harus
dibuat pada lokasi yang idak tergenang air.
5.
Kantong plastik atau drum plastik, kedua
wadah ini juga dapat digunakan sebagai tempat pembuatan sialse. Agar kedap
cahaya, kanton plastik atau drum plastik yang digunakan harus berwarna gelap
(Rukmana, 2005).
2.3
Fase-fase
Silase
Secara
garis besar proses pembuatan silase terdiri dari empat fase : (1) fase aerob,
(2) fase fermentasi, (3) fase stabil, dan (4) fase pengeluaran untuk diberikan
pada ternak. Setiap fase mempunyai ciri-ciri khas yang sebaiknya diketahui agar
kaualitas hiajauan sejak dipanen, pengisian ke dalam silo, penyimpanan, dan
periode pemberiam pada ternak dapat terpelihara dengan baik agar tidak terjadi
penurunan kualitas hijauan tersebut.
1.
Fase
aerob
Sejak
hijauan memasuki silo, berlangsung dua macam proses yaitu proses respirasi dan
proses proteolisis yang disebabkan oleh adanya aktivitas enzim yang berada pada
tanaman tersebut. Prose respirasi secara lengkap menguraikan gula-gula tanaman
menjadi karbondioksida dan air, dengan menggunakan oksigen dan menghasilkan
panas seperti.
C2H12O6
+ 6O2 →→ 6CO2 + 6H2O + panas
Selama
prose pelayuan, proses respirasi dalam sel tanaman berlangsung dengan
sendirinya. Ketika hijauan telah berada dalam silo, mikroorganisme aerob dan
mikroorganisme fakultatif anaerob seperti ragi, jamur, dan beberapa bakteri
berkembang mencapai populasi yang mencukupi yang merupakan sumber proses
respirasi yang signifikan.
Kehilangan
gula melalui proses respirasi merupakan hal yang menyulitkan baik dari sudut
pandang pengawetan melalui proses pembuatan silase maupun dari segi nilai
nutrisinya. Gula merupakan substrat bagi bakteri penghasil asam laktat yang
akan menghasilkan asam yang berfungsi sebagai pengawet hijauan tersebut.
Kehilangan gula akan mengurangi nilai energi hijauan tersebut dan meningkatkan
konsentrasi serat. Kondisi aerob uang berkepanjangan juga akan menyebabkan
tumbuhnya ragi dan jamur dalam tingkat yang tinggi. Hal tersebut dapat
diketahui dengan peningkatan panas yang berlebihan dalam silo saat silo
tersebut dibuka. Akhirnya, panas yang dihasilkan melalui proses respirasi akan
meningkatkan sushu pada bahan yang dibuat silase.kenaikan suhu akan
meningkatkan kecepatan penguraian protein menjadi NPN yang terlarut. Dampak
degatif dari fase aerob terdapat kualitas silase dapat dihindarkan dengan cara
pengisian dan penutupan silo dilakukan dalam waktu yang singkat dan cepat (Sapienza
dan Bolsen, Keith K. 1993).
2.
Fase
Fermentasi
Hiajauan
diawetkan oleh asam laktat, maka mikroba yang terpenting dalam proses ensilase
adalah bakteri penghasil asam laktat. Bakteri tersebut akan memfermentasi gula
menjadi asam laktat disertai produksi asam asetat, etanaol, karbondioksida, dan
lain-lain. Ini merupakan kelompok bakteri terbesar yang termasuk ledalamnya
sebanyak enam generasi. Yang terbagi kedalam dua kategori yaitu homofermentatif
dan heterofermentatif. Bakteri penghasil asam laktat yang homofermentatif hanya
menghasilkan asam laktat dari fermentasi gula dan gula-gula lainnya yang
mempunyai enam atom karbon, dimana bakteri penghasil asam laktat yag
heterofermentatis selain menghasilkan asam laktat juga mnghasilkan etanol, asam
asetat, dan karbondioksida. Oleh karena asam laktat lebih kuat dari asam asetat
maka bakteri penghasil asam laktat homofermentatif lebih diinginkan daripada
yang heterofermentatif.
Pasa
fermentasi aktif berlangsung selama 1 minggu sampai 1 bulan. Hijauan yang
dibuat silase dengan kandungan uap air 65% masuk ke kategori ini, sedangkan
bila kandungan uap air lebih rendah dari 40-50% proses fermentasi berlangsung
sangat lambat. Untuk fermentasi normal dengan kandungan air 55-60% masa
fermentasi aktif akan berakhir antara 1-5 minggu(Sapienza dan Bolsen, Keith K.
1993).
3.
Fase
stabil
Setelah
masa aktif pertumbuhan bakteri penghasil asam laktat berakhir, maka proses
ensilase mamasuki fase stabil. Bila silo ditutup dan disegel dengan baik, hanya
sedikit sekali aktivitas mikroba dapat terjadi pada fase ini.
Faktor
utama yang berpengaruh pada kualitas silase selama fase stabil adalah
permeabilitas silo terhadap oksigen. Oksigen yang memasuki silo digunakan oleh
mikroorganisme aerob (melalui respirasi mikroorganisme), menyebabkan
peningkatan populasi ragi dan jamur, sehingga timbul kehilangan bahan kering pada
silase dan akan meningkatkan suhu silase. Sebagaimana halnya pada periode
pengisian silo, respirasi inipun menurunkan kecernaan nutrien dan meningkatkan
komponen serat. Besarnya tingkat kehilangan pada fase ini berkaitan dengan
permeabilitas silo dan kepadatan pengisian silo tersebut. Jika silase dibiarkan
tidak disegel, kehilangan bahan kering dapat terjadi pada permukaan silase
tersebut. Tingkat kehilangan ini dapat dikurangi bila dilakukan penutupan pada
silo misalnya dengan penutup plastik, baik untuk silo tegak, horisontal,
trench, maupun silo stack. Oksigen dapat berlalu kedalam plastik tersebut,
tetapi dengan kecepatan yang rendah. Keretakan dinding silo atau berlubangnya
plastik penutup biasanya akan meningkatkan masuknya oksigen ke dalam silo tersebut(Sapienza
dan Bolsen, Keith K. 1993).
4.
Fase
pengeluaran silase
Pada
saat silo dibuka untuk diberikan silasenya pada ternak, oksigen secara bebas
akan mengkontaminasi permukaan silase yang terbuka tersebut. Selama fase ini,
kehilangam bahan kering dan nutrien dapat terjadi karena kerja mikroorganisme
aerob yang mengkonsumsi gula, hasil akhir fermentasi dan nutrien terlarut
lainnya dalam silase. Komponen yang terlarut tersebut diuraikan menjadi
korbondioksida dan air, serta menghasilkan panas. Selain kehilangan nutrien
yang tercerna dalam silase, beberapa spesies jamur dapat memproduksi aflatoksin
dan/atau komponen toksik lain yang akan mengganggu kesehatan ternak.
Silase
mulai akan meningkat suhunya menjadi
lebih panas dan komponen-komponen yang mudah dicerna seperti halnya gula dan
hasil fermentasi akan segera lenyap.
Waktu yang diperlukan untuk memanaskan ini bergantung pada beberapa
faktor termasuk : (1) jumlah/banyaknya mikroorganisme aerob dalam silase, (2)
lamanya waktu terekspose dengan udara sebelum silase tersebut diberikan pada
ternak, (3) karakteristik fermentasi dan (4) temperatur di sekitarnya(Sapienza
dan Bolsen, Keith K. 1993).
2.4
Pembentukan
Asam Laktat
Stefani et al. (2010),
proses fermentasi silase memiliki 4 tahapan. Tahapan pertama adalah fase
aerobik, normalnya fase ini berlangsung sekitar 2 jam yaitu ketika oksigen yang
berasal dari atmosfir dan berada diantara partikel tanaman berkurang. Oksigen
yang berada diantara partikel tanaman digunakan oleh tanaman, mikroorganisme
aerob dan fakultatif aerob seperti yeast dan enterobacteria untuk
melakukan proses respirasi. Tahapan kedua adalah fase fermentasi, fase ini
merupakan fase awal dari reaksi anaerob. Fase ini berlangsung dari beberapa
hari hingga beberapa minggu tergantung dari komposisi bahan dan kondisi silase.
Jika proses silase berjalan sempurna maka BAL sukses berkembang. Bakteri asam
laktat pada fase ini menjadi bakteri predominan dengan pH silase sekitar 3,8 sampai
5. Tahapan ketiga merupakan fase stabilisasi, fase ini merupakan kelanjutan
dari fase kedua. Tahapan keempat merupakan fase feed-out atau fase
aerobik. Silo yang sudah terbuka dan kontak langsung dengan lingkungan maka
akan menjadikan proses aerobik terjadi. Hal yang sama terjadi jika terjadi
kebocoran pada silo maka akan terjadi penurunan kualitas silase atau kerusakan
silase.
Kualitas silase tergantung dari
kecepatan fermentasi membentuk asam laktat, sehingga dalam pembuatan silase
terdapat beberapa bahan tambahan yang biasa diistilahkan sebagai additive
silage. Macam-macam additive silage seperti water soluble
carbohydrat, bakteri asam laktat, garam, enzim, dan asam. Penambahan
bakteri asam laktat ataupu kombinasi dari beberapa additive silage merupakan
perlakuan yang sering dilakukan dalam pembuatan silase. Pemilihan bakteri asam
laktat sangat penting dalam proses fermetasi untuk menghasilkan silase yang
berkualitas baik. Proses awal dalam fermentasi asam laktat adalah proses aerob,
udara yang berasal dari lingkungan atau pun yang berasal dari hijauan
menjadikan reaksi aerob terjadi. Hasil reaksi aerob yang terjadi pada fase awal
fermentasi silase menghasilkan asam lemak volatile, yang menjadikan pH turun.
pH yang menjadi menjadikan pertumbuhan bakteri bakteri aerob menjadi terhambat
dan mati serta mendukung pertumbuhan bakteri asam laktat untuk memproduksi asam
laktat. Asam laktat akan terus diproduksi sampai mencapai puncaknya jika pH
lingkungan fermentasi sekitar 3,8 sampai 4 (Zakariah, 2012).
2.5
Proses
Pembuatan Pembuatan Silase
Proses
silase akan memakan waktu kurang lebih 3 minggu bila tidak ditambah starter.
Produk silase jagung yang baik atau sudah jadi ditandai dengan bau yang agak
asam karena pH silase biasanya rendah (sekitar 4) dan berwarna coklat muda
karena warna hijau daun dari khlorofil akan hancur sehingga limbah menjadi
kecoklatan. Bila ditambah molases, silase yang dihasilkan agak berbau sedikit
harum. Walaupun baunya agak asam, akan tetapi cukup palatabel bagi ternak
(Nusio, 2005).
1.
Bahan yang digunakan :
·
Hijauan pakan ternak.
·
Molases yang telah dicampur air dengan
konsentrasi 1 : 5.
2.
Alat
·
Plastik penutup.
·
Chopper atau pemotong hijauan.
·
Bak tempat untuk pembuatan silase.
3.
Cara pembuatan
·
Potong-potong hijauan dengan panjang
sekitar 2-4 cm. Pemotongan bertujuan untuk memudahkan pemadatan dan
penyimpanan.
·
Taburkan hijauan setinggi 50 cm di bak,
lalu siram dengan tetes molase secara merata.
·
Setelah itu taburkan lagi hijauan
diatasnya dan siram denga tetes molase.
·
Lakukan terus secara berlapis-lapis
hingga bak penuh dan padat.
·
Tutup rapat bak menggunakan plastik
hingga tidak ada udara yang masuk. Letakan pemberat di atasnya untuk memastikan
udara tidak dapat masuk.
·
Biarkan silase hingga matang atau selama
40 hari.
·
Sebelum digunakan, angin-anginkan silase
terlebih dahulu.
Beberapa
prinsip yang harus diperhatikan dalam pembuatan silase adalah sebagai berikut :
1.
Pemanenan hijauan akan dibuat silase
sebaiknya dilakukan pada stadium muda.
2.
Pelayuan hijauan tersebut sebaiknya
dilakukan dikebun selama 2-3 hari.
3.
Pemotongan hijauan yang telah dilayukan
dengan ukuran 1-2 cm.
4.
Pengisian bahan ke dalam lubang dan
pemadatan bahan harus dilakukan.
5.
Penutupan harus dilakukan dengan
menggunakan lembaran plastik agar kedap udara.
6.
Silase yang dihasilkan setelah berumur
2-3 minggu harus berwarna seperti warna asli bahan, tidak berjamur, dan tidak
berbau busuk.
7.
Pemberian pakan berupa silase harus
dilakukan sedikit demi sedikit(Sapienza dan Bolsen, Keith K. 1993).
2.6
Syarat-syarat
Pembuatan Silase
1.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pembuatan silase adalah kadar air atau bahan kering hijauan, kadar gula tanaman
dan proses pembuatan silase (Agustina, 2008). Bahan baku yang baik untuk
pembuatan silase harus mempunyai kadar bahankering 25-35%. Bila bahan kering
kurang dari 25%, maka silase yang dihasilkan akan terlalu asam dan berair
karena air yang keluar dari silase. Hal tersebut akan menyebabkan turunnya
kadar zat makanan dalam silase. Apabila kadar bahan kering dari 35% menyebabkan
pengolahan kurang sempurna, bahan baku sulit untuk dipadatkan untuk memperoleh
kondisi anaerob yang diperlukan untuk ensilase. Hal ini mengakibatkan tumbunya
jamur karena adanya oksigen (Cullison, 1975).
2.
Bahan untuk pembuatan silase adalah
segala macam hijauan dan bahan dari tumbuhan lainnya yang disukai oleh ternak
ruminansia, seperti : Rumput, Sorghum, Jagung, Biji‐bijian
kecil, tanaman tebu, tongkol gandum, tongkol jagung, pucuk tebu, batang nanas
dan jerami padi, dll.
3.
Syarat hijauan (tanaman) yang dibuat
Silase: Segala jenis tumbuhan atau hijauan serta bijian yang di sukai oleh
ternak, terutama yang mengandung banyak karbohidrat.
4.
Bahan tambahan Pembuatan silase dapat
juga menggunakan bahan tambahan, yang kegunaan nya tergantung dari bahan
tambahan yang akan dipergunakan. Adapun penggunaan bahan tambahan sangat
tergantung dari kebutuhan hasil yang ingin dicapai. Pemberian bahan tambahan
pada silase di tujukan untuk mempercepat proses atau untuk meningkatkan dan
mempertahankan kadar nutrisi yang terkandung pada bahan baku silase. Bahan‐bahan
yang ditambahkan adalah yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi, dan atau
gula sederhana yang siap digunakan oleh mikroba, antara lain .
2.7
Indikator
Keberhasilan dan Kegagalan
Keberhasilan
pembuatan silase tergantung pada tiga faktor utama yaitu :
1.
Ada tidaknya serta besarnya populasi
bakteri asam laktat.
2.
Sifat-sifat fisik dan kimiawi bahan
hijau yang digunakan.
3.
Keadaan lingkungan
Menurut
Coblentz bahwa ada tiga hal penting agar diperoleh kondisi anaerob yaitu
menghilangkan udara dengan cepat, menghasilkan asam laktat yang membantu
menurunkan pH, mencegah masuknya oksigen ke dalam silo dan menghambat
pertumbuhan jamur selama penyimpanan. Secara umum kualitas silase dipengaruhi
oleh tingkat kematangan hijauan, kadar air, ukuran partikel bahan, penyimpanan
pada saat ensilase dan pemakaian aditif (Hading, 2014).
a.
KEWANGIAN
1.
Wangi seperti buah‐buahan
dan sedikit asam ,sangat wangi dan terdorong untuk mencicipinya. Nilai 25
2.
Ingin mencoba mencicipinya tetapi asam,
bau wangi Nilai 20
3.
Bau asam, dan apabila diisap oleh
hidung,rasa/wangi baunya semakin kuat atau sama sekali tidak ada bau. Nilai10
4.
Seperti jamur dan kompos bau yang tidak
sedap. Nilai 0
b.
RASA
1.
Apabila dicoba digigit, manis dan terasa
asam seperti youghurt. Nilai 25
2.
Rasanya sedikit asam Nilai 20
3.
Tidak adarasa Nilai 10
4.
Rasa yang tidak sedap, tidak ada
dorongan untuk mencobanya Nilai 0.
c.
WARNA
1.
Hijau kekuning‐
kuningan. Nilai 25
2.
Coklat agak kehitam‐hitaman.
Nilai 10
3.
Hitam, mendekati warna kompos Nilai 0
d.
SENTUHAN
1.
Kering, tetapi apabila dipegang terasa
lembut dan empuk. Apabila menempel ditangan karena baunya yang wangi tidak
dicucipun tidak apa‐apa.
Nila i25
2.
Kandungan airnya terasa sedikit banyak
tetapi tidak terasa basah. Apabila ditangan dicuci bau wanginya langsung
hilang.Nilai 10
3.
Kandungan airnya banyak, terasa basah
sedikit (becek) bau yang menempel ditangan, harus dicuci dengan sabun supaya
baunya hilang Nilai 0
e.
Jumlah nilai = Nilai wangi+ Nilai rasa +
Nilai warna + Nilai sentuh, angka 100 adalah yang terbaik.
2.8
Kualitas
Silase yang Baik
Berdasarkan
informasi dari (Kartadisastra, 2004) bahwa tempaeratur yang baik untuk silase
berkisar 270C hingga 350C. pada temperature tersebut,
kualitas silase yang dihasilkan sangat baik. Kualitas tersebut dapat diketahui
secara organoleptik, yaitu:
·
Mempunyai tekstur segar
·
Berwarna kehijau-hijauan
·
Tidak berbau busuk
·
Disukai ternak
·
Tidak berjamur
·
Tidak menggumpal.
2.9
Kandungan
Nutrisi Silase
Setiap bahan pakan pada dasarnya mengandung zat-zat
nutrisi yang kandungannya satu sama lain berbeda. Kandungan bahan pakan
tersebut dapat diketahui melalui uji proksimat. Melalui analisis ini dapat di
ketahui kandunganbahan pakan yang terdiri dari air, abu/mineral, protein kasar,
lemak, karbohidrat,serat kasar dan bahan ekstrak yang tidak mengandung nitrogen(Kartadisastra,2004).
Kandungan nutrisi pada silase adalah sama atau tidak
jauh berkurang dar kandungan nutrisi bahan asalnya. Sebagai contoh, berikut
adalah kandungan nutrisi untuk beberapa bahan, yaitu:
Pakan
|
BahanKering
|
Protein
|
Lemak
|
Abu
|
SilaseAmpas barley
|
32,44
|
20,79
|
18,44
|
3,64
|
SilaseKulitNenas
|
14,46
|
9,41
|
tad
|
8,57
|
SilaseRumput Gajah
|
21,49
|
11,46
|
tad
|
tad
|
SilaseTebon
|
28,24
|
11,96
|
tad
|
tad
|
2.10 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Silase
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas silasi
antara keadaan hijauan yang akan dibuat silase, perlakuan terhadap hijauan
dengan pemotongan dan pelayuan, keadaan lingkungan yaitu dengan ada tidaknya
oksigen dalam silo dan penambahan bahan aditif. Kualitas silase tergantung dari
umur tanaman, kandungan bahan kering dan kandungan nutrisi khususnya
karbohidrat tanaman. Guna memproduksi silase yang baik, rumput sebaiknya
dipanen pada fase vegetatif dan tidak lebih dari awal fase generatif (fase
berbunga). Kadar gula yang rendah dan kadar air tanaman yang tinggi menyebabkan
fermentasi dan prombakann anaerob menjadi tidak memuaskan.
Kehilangan bahan kering dan nilai nutrisi hijauan
yang dibuat silase secara normal berkisar antara 10-20% dan dapat lebih tinggi.
Kehilangan bahan kering dan nitrogen selama ensilase adalah 16,1 dan 15,2%,
sedangkan kehilangan energi yang tidak dapat dihandari selama ensilase kurang
lebih 7% (Sri dan Bambang, 2002).
2.11 Contoh Bahan Pembuatan Silase
Tanaman
pakan hijauan yang murah dan mempunyai potensi yang baik untuk dijadikan silase
adalah jagung. Dalam hal ini bagian dari tanaman jagung yang sangat bermanfaat
apabila dijadikan silase adalah limbahnya. Karena dalam pertanian terkadang
limbah peternakan jagung jarang dimanfaatkan. Limbah tanaman jagung sangat
berpontensi sebagai silase untuk ternak sapi perah, karena mengandung serat
yang tinggi (Anggreny, Y. N., U. Umiyasih, and N.H. Krishina. 2006).Untuk
pembuatan silase, dibutuhkan kadar air sekitar 60%. Oleh sebab itu, limbah tanaman
jagung harus dikeringkan sekitar 2 – 3 hari (Nusio. 2005).
Rumput
raja mempunyai karakteristik tumbuh tegak berumpun-rumpun, ketinggian dapat
mencapai lebih kurang 4 m, batang tebal dan keras, daun lebar agak keras, dan
ada bulu agak panjang pada helaian daun dekat ligula. Permukaan daun luas dan
tidak berbunga kecuali ditanam di daerah dingin.
Produksi
hijauan rumput raja dua kali lipat dari produksi rumput gajah, yaitu dapat
mencapai 40 ton rumput segar/hektar sekali panen atau 200-250 ton rumput segar/hektar/tahun.
Diasumsikan kebutuhan hijauan segar seekor sapi per hari adalaha 10% dari berat
tubuhnya. Karena tidak semua bagian rumput tersebut dapat dimakan, maka rumput
disediakan dalam jumlah lebih banyak (12%dari berat tubuh).
Komposisi
nutrisi pada rumput raja yaitu protein 13,1995 %, lemak 3,1995 %, NDF 59,7%,
Abu 18,6%, Ca 0,37%, dan 0,35%. Mutu hijauan rumput raja lebih tinggi bila
dibandingkan dengan rumput raja hawai dan afrika (Lili dkk, 2011).
2.12 Pemanfaatan Silase
Silase
sangat bermanfaat bagi peternak, karena silase dapat meningkatkan produksi susu
sapi perah. Selain itu dengan silase, peternak dapat menyediakan hijauan dengan
kualitas yang stabil dan tidak banyak bergantung pada cuaca. Hijauan yang
diawetkan dengan silase memiliki kandungan nutrisi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan hay (Nusio. 2005).
Silase
yang terbanyak digunakan dalam ransum sapi perah adalah silase jagung. Silase
jagung dapat dijadikan substitude untuk konsentrat tanpa mengganggu produksi
khususnya pada sapi fase setengah akhir laktasi. Kadar lemak yang dihasilkan
silase jagung juga cukup tinggi. Silase jagung menghasilkan produksi susu dan
protein yang lebih tinggi dan penurunan bobot badan paling rendah (Anggreny, Y.
N., U. Umiyasih, and N.H. Krishina. 2006).
Cara pengambilan dan penggunaan,
setelah 3 minggu silo bisa dibongkar untuk diambil silasenya sesuai dengan
kebutuhan. Pada waktu silo dibuka harus dilakukan secara hati-hati karena dalam
proses ensilase akan terbentuk asam yang apabila kontak dengan udara akan menghasilkan
NO2 yang berbahaya bila terhisap oleh manusia sebab beracun. Silase diambil
secukupnya saja misalnya untuk persediaan 7 hari. Silase yang baru diambil
hendaknya diangin-anginkan atau dijemur terlebih dahulu sebelum diberikan ke
ternak, setelah pengambilan silase silo ditutup kembali dengan rapat
(Parakkasi, 1995).
Cara Pemberian Silase harus
mengikuti ketentuan untuk menghindari dampak negatif bagi ternak yaitu 1)
Silase yang baru diambil dari silo tidak boleh langsung diberikan kepada
ternak; 2) Sebelum diberikan, silase sebaiknya diangin-anginkan atau dijemur
dahulu; 3) Umumnya silase yang diambil pagi hari diberikan pada sore hari atau
sebaliknya; 4) Sebelum diberikan silase, sapi sebaiknya diberikan rumput kering
terlebih dahulu guna mencegah mencret atau kembung; 5) Pemberian silase
dilakukan secara bertahap sedikit demi sedikit agar sapi dapat beradaptasi
dengan pakan yang baru; 6) Pemberian silase disesuaikan dengan bobot badan
ternak, umumnya berkisar 10 sampai 20 kg per ekor/hari dan jangan melebihi 60 %
dari jumlah hijauan yang diberikan (Haryato, 2000).
III
KESIMPULAN
·
Silase adalah pakan dari hijauan segar
yang diawetkan dengan cara fermentasi anaerob dalam kondisi kadar air tinggi
(40 sampai 70%), sehingga hasilnya bisa disimpan tanpa merusak zat makanan/gizi
di dalamnya.
·
Proses pembuatan silase biasa disebut
dengan proses ensilase sedangkan tempat penyimpanan/pembuatannya disebut dengan
silo. Pembuatan silase dapat dilakukan secara mekanis dengan mudah, sangat
cocok bagi produksi ternak dalam skala besar serta sesuai bagi hijauan dengan
variasi yang sangat luas seperti jagung, sorgum, tanaman biji-bijian lainnya.
·
Secara garis besar proses pembuatan
silase terdiri dari empat fase : (1) fase aerob, (2) fase fermentasi, (3) fase
stabil, dan (4) fase pengeluaran untuk diberikan pada ternak. Setiap fase
mempunyai ciri-ciri khas yang sebaiknya diketahui agar kaualitas hiajauan sejak
dipanen, pengisian ke dalam silo, penyimpanan, dan periode pemberiam pada
ternak dapat terpelihara dengan baik agar tidak terjadi penurunan kualitas
hijauan tersebut.
·
Oksigen yang berada diantara partikel
tanaman digunakan oleh tanaman, mikroorganisme aerob dan fakultatif aerob
seperti yeast dan enterobacteria untuk melakukan proses
respirasi. Tahapan kedua adalah fase fermentasi, fase ini merupakan fase awal
dari reaksi anaerob
·
Proses
silase akan memakan waktu kurang lebih 3 minggu bila tidak ditambah starter.
Produk silase jagung yang baik atau sudah jadi ditandai dengan bau yang agak
asam karena pH silase biasanya rendah (sekitar 4) dan berwarna coklat muda
karena warna hijau daun dari khlorofil akan hancur sehingga limbah menjadi
kecoklatan.
·
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pembuatan silase adalah kadar air atau bahan kering hijauan, kadar gula tanaman
dan proses pembuatan silase. Bahan baku yang baik untuk pembuatan silase harus
mempunyai kadar bahankering 25-35%.
·
Menurut Coblentz bahwa ada tiga hal
penting agar diperoleh kondisi anaerob yaitu menghilangkan udara dengan
cepat, menghasilkan asam laktat yang membantu menurunkan pH, mencegah masuknya
oksigen ke dalam silo dan menghambat pertumbuhan jamur selama penyimpanan.
·
Berdasarkan informasi dari (Kartadisastra, 2004) bahwa
tempaeratur yang baik untuk silase berkisar 270C hingga 350C.
·
Kandungan nutrisi pada silase adalah
sama atau tidak jauh berkurang dar kandungan nutrisi bahan asalnya.
·
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas
silasi antara keadaan hijauan yang akan dibuat silase, perlakuan terhadap
hijauan dengan pemotongan dan pelayuan, keadaan lingkungan yaitu dengan ada
tidaknya oksigen dalam silo dan penambahan bahan aditif.
·
Tanaman
pakan hijauan yang murah dan mempunyai potensi yang baik untuk dijadikan silase
adalah jagung.
·
Silase
sangat bermanfaat bagi peternak, karena silase dapat meningkatkan produksi susu
sapi perah. Selain itu dengan silase, peternak dapat menyediakan hijauan dengan
kualitas yang stabil dan tidak banyak bergantung pada cuaca. Hijauan yang
diawetkan dengan silase memiliki kandungan nutrisi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan hay.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar